Rekayasa genetik menciptakan ayam petarung sesuai keinginan


Rekayasa Genetika Pada Ayam Laga Aduan

Rekayasa genetika dapat diartikan sebagai mekanisme atau tehnik sistematik didalam usaha beternak untuk menghasilkan jenis generasi ayam aduan dengan kualitas yang baik atau sesuai dengan keinginan
Pada unggas khususnya ayam dikenal  Sex lingkage  : adalah sifat yang diturunkan kepada anaknya berdasarkan pada jenis kelamin.dimana sifat dari indukan pejantan diturunkan pada anak betina dan sifat dari indukan betina diturunkan pada anak jantan. biasanya digunakan untuk membedakan jenis kelamin anakan pada umur sehari dan bisa digunakan untuk menyeleksi induk dengan sifat yang baik.
Ayam jantan memiliki sifat sex lingkage resesif sedangkan betina memiliki sex lingkage dominan. Sehingga pejantan mampu menurunkan sifat pada anak baik jantan maupun betina, sedangkan betina hanya mampu menurunkan sifat hanya pada anak jantan saja.

Beberapa istilah yang populer didalam breeding ayam diantaranya:

Inbreeding : Perkawinan antara dua individu yg memiliki hubungan darah sangat dekat. Yaitu : Ibu dgn anak, bapak dgn anak dan anak vs anak.

Line breeding : Perkawinan dua individu yg memiliki hubungan darah tidak terlalu jauh. Contoh : Kakek vs cucu, Perkawinan antara dua individu, dll.

 Out breeding :  perkawinan dua individu dengan breed atau varietas yang sama tetapi asalnya berbeda, dengan maksud untuk memperbaiki kualitas keturunan dengan meningkatkan heterozygot


Cross breeding : Perkawinan antara 2 individu yg tidak memiliki hubungan darah. Atau minimal hubungan darahnya terlalu jauh.

Super-breed : Individu yang selalu mampu menurunkan sifat2 terbaik pada keturunannya.

Superfight-breed : Individu yang diproyeksikan khusus untuk lomba/tarung.

Steven Van Breemen
mengembangkan sebuah metode ternak yang disebut : "population genetics".
 Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misalnya, kalau kita punya 50 ayam di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama (tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh). Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super fight.
 Metode ini merupakan pengembangan dari teori Gregory Mendel yg dimodifikasi. Aplikasinya dengan menggunakan prinsip Breeding secara sistematis dan tercatat secara detail.
jika kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita akan ongkang2 kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!
 Teori population genetics hanya cocok diterapkan oleh breeder yang serius, konsisten dan mempunyai visi jauh ke depan. Jadi harus diawali dengan suatu angan-angan tentang kualitas ayam yg nantinya ingin kita hasilkan.

Berikut penerapannya di lapangan :
 Tahapan ternak berdasar teori ini :
 1. Cross breed I -----> 2. inbreed -----> 3. line breed -----> 4. cross breed II

1. Cross-breeding I
Sebelum mulai ternak, kita harus berkhayal dulu. Berkhayal tentang seperti apa typical karakter ayam terbaik yang kita inginkan. Terkadang ayam juara belum tentu ayam yang sempurna. alangkah baiknya jika khayalan kita harus jauh lebih bagus dari sekedar juara. Agak idealis kelihatannya, tapi inilah cita cita yang harus dicapai, bagaimanapun sulitnya.
 Mekanismenya, dengan mencari pasangan indukan yang sesuai dgn kriteria keinginan / khayalan kita. sangat dianjurkan dengan menggunakan ayam yang memiliki darah juara. Ayam juara banyak ragam tipikal-nya. Misalkan ayam dengan pukulan keras, maka carilah ayam juara yg tipikal kerjanya pukul keras. Kemudian cari juga pasangan betinanya yg keturunan ayam pukul keras.
Hasil dari cross breed 1 ini diharapkan muncul ayam2 dgn karakter pukul keras secara merata pada anakannya.
 Cross breed 1 ini dianggap tahap yg paling penting utk pondasi tahapan breeding berikutnya. Hasil anakan diatas 75% harus rata karakternya. Ini untuk menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya (inbreeding), dan menghindari set back yg bisa membuang waktu.

2. In-breeding :
Tujuan inbreeding adalah menciptakan bibit unggul (parental stock) yg menyatukan  sifat positif agar lebih kuat daya turun ke anaknya (dominan).
Hasil inilah disebut  'investasi', modal dasar dan aset ternakan kita yg sangat berharga. Anakan hasil inbreeding, biasanya tidak memiliki ‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo. Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental stock atau bibit saja dan bukan untuk dijadikan fighter (final stock).  lemahnya vitalitas ini akan diperbaiki melalui tahapan berikutnya

3. Line breeding :
Setelah dapat 'modal' dari inbreeding, maka proses berikutnya memperkuat vitalitas dengan cara line-breeding. Bila dipasangkan (misalnya) dengan paman yg mempunyai pukulan keras, akan menghasilkan ayam dgn karakter pukulan sempurna yg sangat dominan. Inilah yg dimaksud oleh Steven sebagai 'super breed'. Yaitu ayam yg memiliki daya turun breeding yg kuat terhadap anak-nya.

4. Cross breeding II :
Super breed ini boleh dicoba utk disilangkan dengan ayam dari strain / ras lain (cross breed ke 2). Tujuannya utk menambah daya vitalitas dan menyempurnakan karakter. Jika di cross dengan ayam lain yangmemiliki pukulan keras, maka hasilnya adalah ayam dengan pukulan sempurna. Jika di cross dengan ayam yang memiliki sifat berbeda misalkan dengan teknik permainan yang bagus, maka anakannya akan memiliki tipikal pukul keras dan teknik bagus. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai ‘Super fighter’.

Kesimpulan :
1. Tujuan utama teori population genetics adalah untuk melestarikan karakter / sifat unggul dari indukan (untuk mudahnya kita pake saja istilah "geno-type") , bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type). Dgn kata lain, tujuan teori ini adalah untuk menciptakan ‘super-breed’.

2. In-breeding pada prinsipnya adalah upaya menggabungkan sifat / karakter dari individu yang berbeda, baik karakter yang positif maupun negatif. (Ingat, tidak ada ayam yg sempurna). Oleh karenanya prinsip inbreeding adalah "the best vs the best". Mr Breemen memakai istilah teori population genetics vs super breeder. maka super-breed harus mempunyai karakteristik yg dapat mendukung  kualitas ayam yg ingin dihasilkan dari ternak kita. Misalnya jika kita mengharapkan hasil ternakan memiliki teknik dan gaya bertarung yang bagus, maka haruslah digunakan indukan dengan teknik dan permainan yang bagus pula.
Hasil yang ideal selain dibutuhkan "Rekayasa Genetika" tentunya juga dibutuhkan materi indukan yang memang memiliki darah dan ras yang baik.

jika ada yg bertanya, kalau sudah punya "super-breed" kenapa tidak itu saja diternak dan nggak perlu repot-repot pake teori population genetics??
jika tujuan kita beternak hanya jangka pendek memang teori population genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breed yg kita punya suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yg gagal mempertahankan standar kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak ayam juara yg terputus generasinya.

3. Cross-breeding yg pertama adalah pada saat awal memulai ternak dimana indukan berasal dari dua ras darah (strain) yg berbeda sedangkan cross-breeding yg kedua dilakukan dengan dua tujuan, yaitu apabila kita ingin memproduksi petarung dan untuk memperbaiki kualitas darah yg sudah ada (menambahkan sifat karakter baru atau "additive characteristics" yg sudah ada).

4. Aplikasi teori population genetics menuntut adanya sistem seleksi yg ekstra ketat. Beberapa waktu yg lalu ada pendapat yg mengatakan untuk bisa memakai sistem inbreeding, maka kita harus menjadi ahli "membunuh". Istilah ini sebenarnya hanya untuk memberikan tekanan bahwa anakan yg akan melanjutkan generasi indukan harus diseleksi secara ketat. Pilihlah anak betina yg mirip bapaknya dan anak jantan yang mirip dengan ibunya. Yang perlu dipahami, pengertian "mirip" disini bukan hanya mirip secara fisik, tetapi yang lebih penting adalah karakternya. sehingga diperlukan "feeling" dan keahlian dalam melakukan seleksi. misalnya untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita tetaskan hingga 3x, kemudian dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yg akan melanjutkan karakter leluhurnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yg akan diseleksi, akan semakin baik.

5. Hasil inbreeding selalu ditandai dengan ciri-ciri kehilangan vitalitas (ayam hasil inbreeding menunjukkan gejala penurunan vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan bahwa semakin besar hilangnya vitalitas pada ayam hasil in-breeding berarti effek dari inbreeding itu lebih bagus.
Ayam hasil in-breeding bukanlah hasil akhir dan tidak cocok untuk petarung, tapi hanya cocok untuk dijadikan indukan (orang eropa biasanya beli unggas bukan untuk dimainkan tapi untuk breeding). Turunan anakannya nanti yang dijadikan petarung.

sumber : PAPAJI FORUM


Thanks for reading & sharing TAJI BANGKOK INDONESIA

Previous
« Prev Post

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentarnya gan,seputar pertanyaan,kritik dan saran.
Harap berkomentar dengan baik serta bijaksana.
Dan terimakasih atas kunjungannya,semoga bermanfaat...!!!